Cahyo dan Misinya

Tadi malam, aku merencanakan sebuah skenario dengan Nur, sekedar untuk mendapatkan foto denganmu Nes.



Kita pernah dekat, dan selalu membuat sekat.

Namun hari ini, aku akan melampaui semua batas agar kita bisa dekat.

Setidaknya dalam format jpg yang mungkin satu-satunya bagi kita.




Ku awali hari ini dengan sepasang pakaian yang begitu rapi, serta minyak rambut yang untuk pertama kalinya kugunakan setelah sekitar 4 atau bahkan lebih dari 5 tahun lalu.


Entahlah. Mungkin rambutku pernah ku minyaki, diacara pernikahan saudariku atau apa aku lupa tepatnya.

Yang jelas aku terpaksa memakainya.


Tapi hari ini aku dengan sadar ingin memakai minyak rambut.


Nur, yang malam tadi kosnya kupakai untuk tidur, menanyaiku "Mimpi apa lu sampek pake minyak rambut? Biasanya aja pakek air kalo buat acara penting. Ini cuma Yudisium aja sampek pakek minyak rambut?"


"Lah si klepon! Lupa kalo nanti gue pengen foto sama Nesa."



"Widih, segitu pengennya sampe gak pengen keliatan jelek. Eh Tiwul, meskipun pake minyak tetep aja wajahmu jelek."



Setelah ejekan dan obrolan ringan selesai, maka kami berangkat ke lokasi Yudisium.


Senyum berkembang dimana-mana, seakan misi menyelesaikan studi telah selesai.

Hanya misiku yang belum lengkap. Ah. Aku hampir tak punya misi sepanjang berada di peraduan ini.

Satu-satunya misiku adalah hari ini, aku harus dapatkan foto bersamamu.




Prosesi yudisium selesai.

Peserta berhamburan untuk mencari spot terbaik merayakan kegembiraannya dengan membingkai dalam smartphone.


Aku, yang sejak tadi pagi belum makan, segera melahap nasi dari panitia.

Ketika asyik melahap aku melihat disudut taman, di lantai bawah, Nesa sedang berfoto dengan rekan-rekan lain.


Ku percepat makanku.
Kuselesaikan dengan begitu lahap. Kemudian ku lihat sekeliling untuk mencari Nur.


Dia menghilang.

Ku teguk sekalian air mineral dalam gelas dengan tergesa.

Ku lihat kau sedang sendiri.


"Dasar klepon! Tadi malem ngerencanain skenario sampek jam 2 subuh. Waktu dibutuhin aktingnya malah ngilang. Persis mahasiswa yang selalu protes di jaman orba. Suka ilang." gumamku dalam hati yang tidak menemukan Nur dibalik kerumunan peserta yudisium di lantai 2.


Kemudian aku langsung meluncur menuruni tangga mengejar Nesa.

Berharap masih diberi kesempatan mengajaknya foto yang hanya kami berdua.



Ku dapati kau foto sendiri lalu ku beranikan untuk bertanya kepadamu


"Nes, mau foto bareng aku?"


"Iya. Mari Yo."


Ha?


Semudah ini Nes?


Semudah ini kau mengiyakan ajakanku untuk berfoto denganmu?



Ku kira kau akan membuat ribuan alasan untuk menolak permintaanku. Tapi kau mengiyakan.

Aku perlu berterima kasih kepadamu karena telah mengiyakan ajakanku Nes.



Kau tau apa yang terjadi selanjutnya?


Fotomu, maksudku fotoku, maksudku foto kita, maksudku foto yang ada aku dan kamu di foto tersebut ku simpan dengan begitu rapi.


Tak kan kubiarkan satu semut pun merusak fotomu, maksudku fotoku.


Ah. Bolehkah ku sederhanakan dengan menyebutnya foto kita Nes?



Kemudian, foto kita ku pandangi jika rindu kepadamu telah begitu memuncak.

Sampai suatu saat, aku yakin bahwa aku akan memberitahumu bahwa dalam ruang 2 dimensi dan format jpg itu kau begitu sering menemaniku.




Setiap kali aku merasa butuh kehadiranmu, maka aku melihat foto kita itu.


Juga saat aku ingin memimpikanmu, aku berusaha untuk menatap foto kita dalam dalam.



Dan kau tau  Nes? Nyatanya foto kita itu selalu ku pandangi setiap hari.


Setidaknya tiga hari adalah batas maksimalku untuk menahan melihat fotomu, maksudku fotoku, maksudku foto kita.

Komentar