Egois, Kita atau mereka?

Cerita ini saya sadari ketika ingin mengkritik seseorang bahwa dia egois. Seseorang yang mempunyai rasa kepedulian yang tinggi terhadap sekitarnya, yang selalu merasa bahwa apa yang diyakini adalah benar, dan yang selalu khawatir terhadap orang di sekitarnya akan terjerumus ke jalan yang salah.

Ketika seseorang disekitar anda akan melakukan hal yang salah, apa yang akan anda lakukan? melarangnya? menghardiknya? atau membiarkannya?

Apakah orang tua begitu melindungi anda? ketika anda sedang belajar bersepeda misalnya, orang tua anda tidak pernah meninggalkan anda sampai anda benar-benar mahir dan tidak terjatuh?
Ataukah orang tua anda hanya membelikan sepeda dan anda dibiarkan untuk mencobanya sendiri? terjatuh, bangkit, terjatuh lagi, tergores, berlumuran darah?

Memang ada banyak macam pembelajaran yang bisa kita ambil dari sebuah kisah. Yah. macam-macam. Kita bisa belajar dari pengalaman orang lain, kita bisa belajar dari referensi yang sudah ada atau bahkan kita yang membuka pengalaman sendiri dengan menjelajahi hal baru yang belum kita dapatkan nilai kisahnya.

Ketika kita peduli, perhatian dan khawatir kepada seseorang, bukankah kita sudah merasakan sebagian dari apa yang dirasakan oleh orang tua diatas?
Setidaknya semangat untuk memperbaiki yang lain sudah ada. Namun bagaimana jika anak yang kita khawatirkan itu ingin belajar dengan cara membuka jalan sendiri? Ingin mendapatkan sesuatu yang lebih? Bahkan ketika  kita ingin memberitahu "Jalanmu berbahaya", dia malah membantah dan tetap mencobanya. Bukankah dia orang egois? atau kita yang termasuk egois karena ingin semuanya sesuai harapan kita?

Menurut pendapat saya, pelajaran terbaik adalah ketika kita mencari jalan kita sendiri, kita bisa merasa jatuh, tergores, merasa sakit, mencoba untuk bangkit lagi dan banyak macam yang akan kita pelajari. Kita akan menjadi lebih hati-hati, akan lebih mengerti medan jika berhadapan dengan hal baru yang lain dan banyak hal yang dapat kita peroleh. Hal yang paling indah adalah ketika kita merasa ingin mencoba lagi dan berhasil, dan disaat aku mulai menyerah aku ingin dorongan orang tua, pengawasan, perhatian. Membiarkan bukan berarti tak peduli, tapi pembelajaran yang indah dapat kita cari dengan mencari pengalaman sendiri.

Aku sudah tak ingat bagaimana dengan keegoisanku aku tetap ingin bersepeda, tak peduli luka akibat sepeda terlalu sakit untuk dibayangkan. Kakiku berdarah, tanganku terkilir, terjebak dalam jalan yang becek, tersesat pada jalan yang baru kutemui atau hal lain yang tak cukup untuk kujelaskan dilaman ini.
Ternyata dengan keegoisanku aku bisa belajar banyak hal. Lalu bagaimana dengan keegoisanmu?
Bagaimana jika aku mempercayai keegoisanmu?
Percayalah, orang-orang akan berkreasi ketika mereka mencoba menemukan jalannya sendiri. Walaupun jalan itu terlihat bahaya, menakutkan, atau bahkan bisa menenggelamkan dia sendiri.

Komentar

  1. dan setiap manusia selayaknya belajar untuk menjadi dua orang diatas, belajar menjadi seorang anak yang belajar menemukan jalanya sendiri dan belajar menemukan rasa sakit dengan jatuh dan bahagia karena menemukan hal lainya. Belajar menjadi orang tua untuk belajar menjadi peduli dengan memikirkan orang lain dan mencoba belajar merasakan rasa sakit dan bahagia yang orang lain rasakan.
    :D

    BalasHapus

Posting Komentar