Klinik Rawat Inap (Cahyo dan Nesa)


Kuliah pak ali sudah diberhentikan. Padahal waktu masih tersisa 30 menit.


Aku bersyukur


Badanku benar benar terasa tidak enak



Ditambah bangun kesiangan hingga aku tak sempat sarapan



Tadi malam pun aku mual mual. Seluruh makan malam ku keluarkan bersama muntahanku



Kali ini aku merasa benar-benar tidak baik-baik saja


Waktu masih menunjukkan jam 8 pagi


Selama 60 menit kuliah aku benar benar menahan tubuhku agar baik baik saja



Meskipun rasanya benar benar menjengkelkan


Kepalaku pusing

Badanku hangat

Keringat dingin seakan ingin keluar dan dibebaskan


Rekan-rekan yang lain masih didalam kelas mendiskusikan tugas dari Pak Ali

Aku memilih keluar kelas, berniat mencari sarapan.


Aku rasa, tubuhku benar-benar sudah tidak kuat lagi


Saat ku bangun dari tempat dudukku untuk beranjak, aku merasa semakin pusing.


Keluar kelas dan menuruni tangga terasa menjadi semakin lama dan menyeramkan



Keluar dari pintu jurusan, aku masih melihat kampus masih sepi


Mungkin karena belum jam pergantian pelajaran


Juga waktu masih cukup pagi untuk mahasiswa berangkat kuliah


Hampir tak kutemui orang digedung ini



Samar kulihat ada seseorang yang berjalan ke arahku, mungkin dia ingin memasuki jurusan


Wajahnya tidak terlalu jelas, atau pandanganku yang sudah benar-benar kabur



Pada jarak sekitar 5 meter pun aku belum bisa jelas melihatnya


Samar ku lihat dia melambaikan tangannya


Aku merasa semakin letih


Semakin pusing



Dan mungkin pertahananku benar-benar goyah


Sepertinya aku akan benar-benar tersungkur


Dan benar saja, sedetik pandanganku gelap


Harusnya aku sudah jatuh dilantai, namun ada tangan seseorang yang menopangku


Aku tak sadarkan diri



Beberapa saat aku merasa seperti sedang dibopong oleh seseorang



Ingin ku berontak dan turun dari gendongannya



Namun, untuk membuka mata saja aku tak bisa


Aku tak tahu benar siapa yang membopongku


Sampai ku dengar suara yang tidak asing di telingaku

"Pak Amin! ayo antar aku pakai mobil dinas fakultas"


Ya, itu suara Cahyo


Aku tak lagi ingin berontak


Aku tenang jika yang membopongku adalah Cahyo


Dia pasti tahu bagaimana yang terbaik


Aku lagi-lagi tak sadarkan diri


Aku tak mengingat apapun lagi


Yang pasti aku merasa tenang





****
Ku buka mata dan aroma pertama yang tercium adalah aroma kopi hitam yang sedap


Kemudian aroma yang cukup ku hafal sebagai aroma rumah sakit.


Kulihat tangan sebelah kiriku sudah tertusuk jarum infus



Ya Allah! Ternyata aku sedang dirawat di klinik dekat dengan kampus



Siapa yang membawaku? Cahyo?


Ah, kenapa juga harus sampai di rawat seperti ini?


Air mata bergulir membasahi pipiku



Ku coba lihat sekeliling, terlihat Cahyo sedang memunggungiku sambil bercakap lewat telepon genggamnya


Samar ku dengar percakapannya, dia meminta seseorang untuk datang kesini dengan tidak tergesa



Ah pasti Cahyo sedang menelepon kedua orang tuaku



Air mataku berselancar lagi menuju bantal klinik yang cukup ku benci ini


Cahyo menutup teleponnya, segera kusapu basah di pipiku.


"Eh bangun Nes?"


Aku mengangguk. Tak kuasa aku menjawab pertanyaan Cahyo


"Eh. Nangis?"


Aku malu juga kesal dengan diriku sendiri

Tak terasa air mata kembali bergulir


"Hei hei, It is Okay. Gak ada yang perlu dikhawatirin Nes."


Entah, aku merasa kesal dengan diriku.


"Hei Nes, Take Calm okay? Semua baik baik saja kok."

Aku mencoba mengalihkan pandanganku, berharap Cahyo tak melihat bagaimana aku mengutuk diriku sendiri


"Semuanya lengkap Nes, Tasmu sudah ku bawa juga. Tidak ada yang ketinggalan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."


Aku masih diam.


Ku pejamkan mataku, mencoba meresapi kecerobohanku sendiri.


"Oke Nes, aku tidak akan mengajakmu bicara dulu. Kamu perlu waktu istirahat.”


Aku masih duduk diam diatas ranjang kelas ekonomi ini


Ranjang sebelahku kosong.


Dan dengan bodohnya Cahyo menggunakan sebagai tempat tidurnya juga


Kali ini aku membalikkan tubuhku, mencoba memunggunginya



Beberapa menit aku memunggunginya, aku tak mendengarkan suaranya


Apakah dia tertidur?


“Dasar!! Ini masih jam 9 pagi. Apakah dia benar-benar tidur di ranjang pasien disebelahku” gumamku dalam hati


Aku mencoba membalik tubuhku ingin memastikan apakah Cahyo benar-benar tertidur


Ku lihat matanya terpejam



Kekesalanku terhadap diriku sedikit berkurang. Aku bersyukur sudah ditolong oleh Cahyo dan diantarkan ke klinik ini


Sedikit senyum mulai terbentuk di wajahku




"Doorrr!! Ciye udah senyum-senyum" Tiba-tiba Cahyo mengagetkanku dengan membuka matanya dan sedikit berteriak



Aku kaget, atau lebih tepatnya aku malu.



"Dasar Cahyo Gilaaaa!!" begitu ucapku dalam hati.


Cahyo kemudian turun dari ranjangnya, mengambil kopi hitam yang ada di gelas plastik meja sebelah ranjangku


"Mau kopi Nes?"


Aku hanya mengernyitkan dahi seakan berkata "Maksudmu? Aku lagi di pembaringan Cahyo Gila. Apa kamu gak punya sedikit otak untuk berfikir jernih?"


Cahyo hanya tersenyum sembari berkata
"Gak boleh Nes. Kamu lagi sakit, gak boleh ngopi. Kopinya cuma buat aku."


"Kamu nelpon siapa tadi Yo?" Aku bertanya kepada Cahyo


"Eh sudah mau ngomong ya?"


Ku hela nafasku, masih saja Cahyo bergurau di keadaan seperti ini. Kalau saja dia bukan yang membawaku kesini mungkin aku benar-benar kesal kepadanya.


"Aku tadi nelpon ibumu Nes. Kuberitahu kalau kau di klinik ini. Aku bilang untuk tidak tergesa, sudah aman."


Aku diam.


Aku kecewa dengan diriku sendiri, selalu menjadi beban bagi kedua orang tuaku


"Eh Cahyo, Bukannya kamu ada kuliah jam 9 pagi?"


"Kosong!" jawab Cahyo sekenanya


Aku bisa melihat raut muka bohong dari wajah Cahyo. Aku hafal raut wajahnya ketika berbohong. Aku sudah terlalu banyak dibohongi dalam gurauan gurauannya.


"Kosong?"


"Iya Nes."



"Benar kosong Yo?"


"Benar."



"Yo? Kosong?" Ku desak Cahyo dengan pertanyaan yang sama sampai akhirnya dia jujur



"Aku gak masuk Nes. Males. Di sini aja lebih bermanfaat aripada mengikuti kuliah."



"Yo? Aku bisa disini sendiri. Nanti juga orang tuaku kesini, kan?"


Cahyo diam tidak menjawab


Juga diam tidak beranjak untuk berangkat kuliah


"Yo? Berangkat kuliah ya? Please! I'm okay being here alone!"


"Nes? Please! Let me stay here"


Satu hal yang ku ketahui tentang Cahyo bahwa dia memiliki tekad yang kuat

Jika keinginannya sudah bulat, tak akan ada yang bisa mengubahnya

Tak peduli apa yang dia korbankan, baginya, mampu bermanfaat bagi yang lain adalah kebanggaannya



Aku mengalah.


Cahyo di klinik ini menungguiku, tidak mengikuti kuliahnya


Suasana jadi canggung


Kami saling diam



Namun Cahyo lebih beruntung karena dia bisa menikmati segelas kopi


Sedang aku hanya dalam perenungan bagaimana bisa aku terbaring disini


Sesaat, petugas mengantar makanan kepadaku


Bubur beras dengan lauk ayam goreng dan sop


Makanan khas di rumah sakit.


"Eh, makan dulu Nes!"


Aku masih diam, belum ada nafsu makan untuk mengisi perut yang sebenarnya sudah kosong dari tadi malam



"Aku sakit apa Yo?"


"Tipes Nes! Belum makan kan kamu?"


Aku mengangguk.


Ku lihat Cahyo mengambil nampan nasi dan mendatangiku


Dia mengambil sendok dan mempersiapkan makanku



"Makan sendiri Nes Ya? Kalau gak mau makan nanti aku suapin malahan."



"Enggak Yo, aku makan sendiri."


"Ya udah Nes, segera dimakan. Biar cepet sehat." Ujar Cahyo sembari memberikan Teh hangat untukku


"Yo! Makasih banyak sudah bawa aku kesini ya?" Sedari tadi aku baru mengucapkan terima kasih. Dasar, betapa tidak tau terima kasih aku ini



"Haha, santai Nes. Yang bawa kamu kesini tadi Pak Amin supir Fakultas kok bukan aku."


Cahyo akrab dengan banyak orang.

Termasuk karyawan di lingkungan kampus ini.


Meskipun aku tak sadarkan diri, aku yakin Cahyo dengan mudah meyakinkan Pak Amin untuk mengantarku ke klinik ini.


"Pak Amin sekarang dimana?"



"Beliau langsung balik saat kamu belum sadar tadi Nes. Mau ngantar dosen katanya."


"Kamu yang membopongku Yo?"


"Hehe. Iya. Sorry ya"


Aku tersenyum. Terima kasih Cahyo sudah menolongku

Komentar