Non Verbal Communication

Sebuah cerita berdasarkan kisah rekan saya


Yang sulit dari perpisahan secara fisik adalah bagaimana kita bisa melepas ikatan-ikatan yang tak terucap.

Pembicaraan yang tak perlu disuarakan maupun kepekaan terhadap masing-masing hanya berdasarkan fenomena alam sehari hari.

Seperti bagaimana aku bisa tahu kau sedang menangis ketika kulihat tak henti-hentinya hujan turun, atau bagaimana aku bisa tahu kau sedang gelisah hanya karena aku tahu angin berputar tidak beraturan dan mengacaukan cuaca.


Kita memang sudah dan telah berpisah.

Bahkan tubuh kita secara sempurna telah menerima dan mengikhlaskannya.

Namun jiwaku mungkin belum sepenuhnya melupakanmu.

Atau bahkan belum sedikitpun mau dan mampu melupakanmu.



Aku masih mengkhawatirkanku saat mobilku berhenti di lampu merah cukup lama.

Apalagi setelah penghitung mundur waktu lampu merah sudah sampai 0 namun kembali ke detik 20.

Kenapa lampu merah yang tidak normal menjadi hal yang harus kufikirkan?

Dan kenapa pula aku mengkhawatirkanmu ketika lampu merah sedang tidak normal?

Apa hubunganmu dengan lampu merah??

Apakah bukan hanya aku yang sedang tidak baik-baik saja.

Can  we I live normally?

Setelah kita sedekat ini, bisakah kita maksudku aku berdiri dan berjalan sendiri seperti sebelum aku mengenalmu?

Setelah kita senyaman ini menikmati hidup akankah waktu masih tega untuk memisahkan dua insan yang saling menyayangi?


Setelah kita tak berubah sepanjang waktu menikmati hari, bisakah mentari sedikit lebih lama berputar?


Aku ingin menikmati waktu bersamamu tanpa ada jeda yang menjemukan

Komentar