Surat untuk Nesa!

Selamat Pagi Nes,


Begitu waktu yang sedang terjadi saat ku tulis surat ini.

Bukan pagi buta atau pagi saat mentari cukup tinggi untuk bersinar.
Kutulis surat ini saat fajar baru saja menggelincir dan waktu masih terlalu dini untuk pendoa dhuha memanjatkan doanya.

Ku tulis surat ini sebagai bagian dari imajinasi ketika harus ku paksa kakiku berlari santai menyusuri jalanan yang pernah kita lewati.
Jalanan yang aku lewati,
Jalanan yang kau juga lewati,
Meski kita berjalan tidak dalam waktu yang sama.,
Meski kita tak berjalan beriringan,
Kecuali hanya jika pada anganku,
Yang terlalu sering membayangkan aku dan kamu berjalan beriringan menyusuri jalanan ini.

Sedikit kuceritakan padamu betapa kau selalu hadir diantara langit yang biru muda, fajar yang merekah, dan lampu jalan yang tentu belum dimatikan oleh penjaga gedung ini.

Aku masih berjalan di jalan ini sendiri.
Kecuali dengan anganku yang melihatmu disebelahku.
Tersenyum dengan wajah polos dan senyum yang memukau.
Berjalan tiga langkah didepanku dan melihat ke belakang.
Melihatku...
Dan berkata "Kejar aku Cahyo! kau terlalu pelan untuk mengejarku."

Apa aku harus benar-benar berlari mengejarmu Nes?
Belum cukupkah ku terjatuh dan terjungkal dalam kepingan harapan?
Kenapa kau selalu keluar dari batas yang menurutku tak pernah sanggup untuk ku lampaui?

Tiga langkah memang tak terlalu jauh Nes!
Namun kecepatanmu tak pernah lebih rendah dari kecepatanku.
Lalu bagaimana aku sanggup menarikmu?
Menarik tanganmu dan berkata "Berhentilah sejenak! hanya sejenak saja!"

Ku lampaui batasku Nes,
Ku berlari lebih kencang dari biasanya.
Kini aku mampu tertinggal dua langkah di belakangmu.


Dan kamu tak lagi menengok kebelakang,
Kamu fokus mempercepat langkahmu.
Dan tak ku biarkan langkahku lebih pelan darimu.


Sembari berlari ku ambil batu yang tergeletak lesu di samping jalan Nes.
Batu itu kesepian.
Ku lempar batu itu kepada ranting pohon yang rapuh, meskipun ranting itu cukup kuat untuk bertahan diterpa angin kencang.
Namun ranting itu tak cukup kuat menahan lemparan batu yang lesu itu.
Batu itu persis menghantam ranting yang sedang menopang daun dan sarang burung.
Ranting itu terjatuh dan sedikit menghalangi jalanmu.
Kamu terpaksa berbelok menghindari ranting yang jatuh didepanmu itu.
Sedang aku melompati ranting itu dan tetap mengejarmu.
Aku beruntung bisa melewati ranting itu Nes.
Dan kini kamu hanya satu langkah didepanku.


Aku semakin dekat dengan kamu.
Satu langkah lagi ku pangkas dan aku menggapaimu,,, begitu pikirku.

Namun semua itu hanyalah anganku saat menulis surat ini Nes.
Kenyataannya kau didepanku berjuta langkah.
Dan aku semakin tertinggal dibelakangmu.
Dengan harapan yang semakin memudar.
Namun dengan khayalan yang semakin memuncak.


Setidaknya aku masih mendapatimu dalam khayalanku.


Ku tulis surat ini sebagai ucapan selamat kepadamu Nes.
Setelah kau mendapatkan hal yang di idamkan banyak orang,
Meskipun aku yakin itu bukan hal yang sangat kau idamkan Nes.

Aku terlalu tahu apa yang sebenarnya kamu inginkan.
Meskipun harus ku terima bahwa itu bukanlah diriku.


Namun kuucapkan selamat bukan karena keberhasilanmu mendapatkan sesuatu yang tak kau ingini Nes.
Ku ucapkan selamat karena kau selalu mampu memotivasiku untuk berlari dan mengejar.




Aku ingin kau tahu bahwa di tempatku berdiri bukanlah hal yang buruk Nes.
Keindahan yang juga kau cari sebenarnya ada di sini, di tempatku berdiri.

Selama ini aku mencari tempat terbaik yang selalu kau sebut indah.
Tentang tenang yang damai, bisikan yang bisa didengar, suara alam yang asri,
Angin yang menghempas lembut kepada setiap pohon yang dijumpainya

Juga tentang dialog masa lalu yang begitu kacau, tawamu, hardikku dan tangismu, adalah rangkaian yang selalu menjadi pedoman untuk ku melewati hari bersamamu,
Dan pasti semuanya masih hanya dalam angan dan khayalku.


Hujan begitu deras terlintas kemarin sore Nes.
Saat dimana ku putuskan untuk menulis surat padamu.

Dan seperti yang ku tahu, bahwa tempatmu berdiri juga sedang turun hujan.
Satu hal yang kutahu dari hujan adalah kita bisa merasakan satu hal yang sama.
Bahwa kita merasakan hal yang sama, juga pada waktu yang sama.
Aku berharap itu adalah hujan yang penuh cinta, bukan hujan biasa yang hanya tempat menorehkan cerita.

Kau harus tahu Nes, bahwa hujan menempatkan kita pada suasana yang sama.
Karena hujan, aku merasa kau begitu dekat.
Hujan menyuburkan khayalku Nes.
Bahwa suatu saat kau tidak berada tiga langkah di depanku.
Waktu akan benar-benar memaksamu untuk berhenti sejenak.
Dan aku dengan cepat akan memangkas jarak tiga langkah itu.

Sehingga kau berada di sebelahku.
Menyapaku dan bahagia karena aku bisa menyusulmu.
Atau bahagia melihat kebahagiaanku yang mampu menyusulmu.

Katakanlah segala hal yang ingin kau utarakan.
Yang kemarin tak mampu ku dengar saat aku dibelakangmu.
Tunjukkanlah rasa yang telah menggumpal di dadamu Nes,
Bukan punggung kosong yang selalu ku lihat dari belakangmu.

Benamkanlah seluruh rindu yang mengekangmu Nes,
Yang kemarin terlalu kau simpan rapat agar dunia tak begitu berbalik.
Dan Bahagiakanlah Cinta yang telah kering ini.
Yang kemarin dahaganya terlepas ketika mengejarmu.


Selamat Pagi Nes!
Selamat karena kau mampu mengulur waktu hanya untuk pengejar seperti aku.


Cahyo,

Yogyakarta, 2021

Komentar