Indahnya Toleransi dari NU, bahkan untuk kaum Intoleran

Nahdlatul Ulama atau biasa disingkat NU adalah salah satu organisasi yang sudah berdiri sebelum kemerdekaan Indonesia tepatnya pada 31 Januari 1926.
NU ikut dalam memperjuangkan kemerdekaan dan menjaga kedaulatan negara dari ancaman dari luar maupun dari bangsa ini sendiri.
Latar belakang berdirinya NU diantaranya adalah Nasionalisme dan Faham ahlus sunnah wal jama'ah.
Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari yang mempunyai semangat Nasionalis yang tinggi mengupayakan untuk berjuang meraih kemerdekaan.
Beliau memberikan fatwa bahwa membela negara adalah Jihad Fi Sabilillah.

Membela negara bukan hanya memperjuangkan kemerdekaan, mempertahankannya juga termasuk dalam upaya membela negara yang kemudian berarti juga merupakan Jihad Fi Sabilillah.

Mewabahnya faham wahabi di Timur Tengah merupakan salah satu latar belakang berdirinya NU.
Diantara faham yang sedang berkembang tersebut terlintas begitu banyak fatwa yang menyesatkan seperti : Orang yang melakukan dosa besar dianggap orang kafir sehingga muslim yang tak sefaham dengan mereka dianggap musuh islam, menentang sistem madzhab, ajaran bid'ah dari faham Qodariyyah dan masih banyak lagi.
Oleh karena itu, NU ingin membawa Muslim Indonesia untuk melaksanakan Islam Mengikuti Rasul dan Sahabatnya.

Setelah berhasil bersama bangsa Indonesia meraih kemerdekaan, NU memiliki perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang mengiringi sejarah Indonesia.

Ancaman dari negara lain berupa agresi maupun percobaan penaklukan ulang negeri eropa kepada Indonesia mampu ditolak dan tak lagi terjadi seiring dukungan terhadap kebebasan manusia atas nama Hak Asasi Manusia.

Namun, ancaman perpecahan yang terjadi dari Kelompok di Indonesia sendiri sudah dan sedang terjadi dan tak tahu kapan akan selesai.
Benar, NU berupaya memperjuangkan kedaulatan bangsa sampai titik darah penghabisan dari ancaman perpecahan internal bangsa.
Perjuangan yang lebih sulit dikarenakan ancaman itu muncul dari Saudara sebangsa atau bahkan saudara sesama muslim.

Tak sedikit kecaman dan upaya pendiskreditan NU sebagai Ormas Islam yang melawan gerakan islam di Indonesia.
Padahal, mereka membawa nama islam demi kepentingan untuk merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Disela ketegangan yang terjadi, NU tetap menampilkan wajah Islam Ramah bukan Islam Marah.
Disaat banyak khotib yang berdiri di atas mimbar sambil meneriaki, mengkafirkan, mengutuk muslim yang tak sepaham dengan mereka, NU tetap berdakwah dengan santun, sopan dan ramah.

Dalam menjaga kedaulatan negara, tak segan NU mengawal atau bahkan membubarkan kajian yang menyeru dalam perpecahan.
Hasilnya NU dianggap tidak mendukung kegiatan Islami, atau lebih parah dari itu NU dianggap memusuhi sesama muslim.
Jika seandainya mayoritas warga NU terpancing emosinya, maka perang saudara di Indonesia antara kaum pemecah kedaulatan (yang mengatasnamakan islam) dengan kaum Nahdliyin (Kaum NU) tak akan terelakkan.
Namun sejauh ini kaum Nahdliyin mampu menyikapi hal tersebut dengan baik.
Salah satu diantaranya adalah ketika mengawal pengajian yang berbau perpecahan, NU tidak menggunakan kekerasan yang malah bisa menjadi boomerang bagi NU sendiri.
Karena Indonesia adalah negara hukum, maka NU melaporkan kepada aparat yang berwenang agar tak timbul pertikaian antar saudara sebangsa se tanah air.
Integritas aparat di Indonesia membuat mereka dipercaya memutuskan perkara yang baik dan buruk untuk negara. Bahkan jika harus tak memberi ijin pengajian.

Jadi sangat salah kiranya jika dikatakan aparat di hasut oleh warga NU untuk membubarkan pengajian.
Hal itu sama saja dengan melecehkan integritas aparat yang berwenang yang ada di Negara ini.

Salah satu yang sudah menjadi ciri khas kaum Nahdliyin adalah pentingnya mengambil isi/hikmah dari suatu perkara.
Seperti perkataan Ali bin Abi Thalib yakni "Undzur maa qoola, wa laa tandzur man qoola yang memiliki pesan bahwa perhatikan apa yang dikatakan dan bukan siapa yang mengatakan."
Hal ini tercermin dari perilaku warga Nahdliyin yang belajar atau menimba ilmu di Negeri Timur Tengah yang diambil adalah tentang isi Islam itu sendiri. Bukan budaya timur tengah yang dipaksa menjadi budaya islam.
Karena sesungguhnya, Islam adalah agama yang menyeluruh bagi seluruh alam.
Karena sesungguhnya, Islam adalah agama rahmatan lil alamin.
Oleh karena itu, Islam di Indonesia diejawantahkan dalam Islam Nusantara.
Islam yang sesuai kearifan lokal yang ada di Indonesia.

Hal ini menjadi pedoman bagi warga NU menegakkan toleransi pada Bangsa Indonesia yang sangat bermajemuk. Baik toleransi antar budaya, antar agama ataupun toleransi yang lain.
Seandainya warga Nahdliyin tidak menekankan toleransi, barangkali sudah terjadi pertikaian dengan kaum yang mendiskreditkan NU.
Oleh karena itu betapa indah toleransi warga NU, bahkan toleransi kepada kaum intoleran (pemecah bangsa).

Wallahua'lam

Komentar