Farewell poetry

Ia memerah,
Merekah manja dan bercahaya.
Pada sudut hari yang menghangat, terlipat senyum bahagia disana.
Parasmu seperti oase air pada hati yang gersang ini.
Lebih gersang dari dataran timur tengah, lebih terjal dari grand Canyon.

Pada dasarnya ia membatu dan mengakar.
Bahkan gelombang badai pun tak kan mampu melapukkannya.
Namun, wajah asri nan indah itu menghentakkannya.
Mematahkan teori bahwasanya tanpa badai dan hujan, hatiku yang seperti batu tak bisa diremukkan.
Kau meremukkannya, pada setiap malam dan jumpa.
Dan tentang sifat khasmu yang bagiku begitu menawan, kau lagi lagi meremukkanku.

Kemudian paras itu hilang, entah hanya untuk sekian waktu atau selamanya.
Atau bahkan, masih ada yang berharap akhir hayatlah yang memisahkan kita.
Yang pasti kehidupan akan tetap berlanjut.
Hidupku, hidupku atau bahkan mungkin hidup kita.

Namun, ada beberapa hal yang belum bisa ditinggalkan.
Entah belum bisa atau tidak bisa.
Dan entah kenapa kau dan aku terpojokkan dengan kata entah.
Seperti ingin menggapai namun tak pernah tercapai.
Seandainya masih ada waktu, aku ingin senja menyempurnakan senyummu.
Bercengkrama tentang subuh, fajar, dan setiap waktu yang terlewati.
Berandai-andai tentang lautan, udara dan semesta.
Bahwa kita selalu mampu melakukan apa yang kita ingini.
Bahwa kita pantang risau terhadap apa yang terjadi.

Resapilah, ada beberapa hal yang kadang tidak terduga namun terjadi.
Terkadang, beberapa hal yang hanya kita fikirkan jua terjadi.
Dan aku memilih untuk menggantungkan angan ini pada deretan bintang.
Atas kuasa-Nya, aku percaya bintang mampu mengatur beberapa hal.
Termasuk bagaimana letak astronomis kita berada.
Dan lintang dan bujur berapapun kita bertemu, pasti ada banyak makna yang tersimpan.

See You and Good Bye

Komentar