Hajar, Ibrahim dan Ikhlas

Rabbi Habli Minas Sholihin

Sudah berulang kali doa itu dilafadzkan. Itu bukan sebuah doa yang hanya dimulut saja. Doa itu begitu tulus, dan mungkin salah satu diantara doa yang paling tulus.
Kemudian lahirlah dari rahim istri bernama Hajar. Lahir sesosok bayi nam suci yang kemudian mampu menjadi pemimpin bagi kaumnya.

Masih dalam pangkuan dan hanya bisa menetek susu ibunya, ismail terpaksa harus menempuh perjalanan dari palestina ke mekkah. Hajar berfikir ini adalah karena kecemburuan Sarah, istri pertama yang belum bisa mengkaruniai Ibrahim seorang putra. Di tengah perjalanan, Ibrahim meninggalkan Hajar di lembah yang tiada tumbuhan. Lembah kosong yang tiada manusia hidup berkelompok untuk dimintai pertolongan.


Hajar bertanya kepada Ibrahim sebelum ia meninggalkannya. "Mengapa engkau tega meninggalkan kami di tanah yang seperti ini? Bagaimana kami bisa hidup?" Ibrahim masih saja berjalan sembari menyembunyikan muka dengan ditundukkanya ke bawah. Ia merasakan hati yang begitu runtuh ketika harus meninggalkan istri dan anaknya.

Hajar masih mengejar dan menggendong Ismail, kemudian ia berteriak "Apakah ini perintah Tuhanmu?"
Dunia menjadi hening. Angin berhenti berdesah, bumi seakan berhenti berputar, malaikat-malaikat tertuju pada skenario Tuhan dan menunggu jawaban dari Ibrahim. Dengan mulut yang tak mampu berucap, Ibrahim menganggukkan kepala pertanda jawaban "Iya". Kemudian Hajar menjawab "Kalau ini memang perintah Tuhanmu maka pergilah, tinggalkan kami disini. Tuhammu akan menjaga kami disini."
Sungguh keikhlasan Hajar untuk memperjuangkan amanah suaminya begitu indah.

Kemudian Hajar mencari sumber kehidupan diantara bukit Shofa dan Marwah. Hajar mencari selama 7 kali perjalanan dan tidak ada satupun petunjuk kehidupan yang ia temui. Hajar melemas, energinya sudah habis ia gunakan untuk mencari pertolongan.

Dan dengan kepasrahannya Ia mempercayakan segalanya kepada Tuhannya. Kemudian muncullah Jibril dengan perwujudan manusia. Jibril menghemtikan kudanya didekat Hajar. Setelah Ia turun dari kudanya, Ia menghentakkan kakinya ke tanah. Kemudian memancarlah sumber mata air yang sampai sekarang tak pernah habis yakni Air Zam-zam.
Buah kepasrahan, keikhlasan hajar kita dapat rasakan pada hari ini.

Romantisme Hajar dan Ibrahim dalam berserah diri kepada Tuhan menjadi salah satu cerita yang patut kita jadikan pedoman dalam memaknai keikhlasan.

Sebagai suami, Ibrahim sadar bahwa segala apa yang dimilikinya hanyalah titipan. Semua adalah milik Allah Tuhan Semesta Alam. Semua akan kembali kepada-Nya.
Begitupun Hajar, sekeras apapun keinginannya, seberat apapun jalannya Ia yakin dan percaya bahwa Ia harus ikhlas dan Tawakkal bahwa Tuhan akan selalu bersama makhluk-Nya.

Disadur dari berbagai sumber.

Komentar