Telepon Pintar, dan Pengguna yang bodoh.

Perkembangan dunia komunikasi semakin cepat, kita dituntut untuk mengimbangi kemajuan teknologi dengan intelektual yang layak untuk dipertanyakan. Dengan fasilitas dalam smartphone yang dimiliki, kita bisa tahu hal yang baru dalam lima detik saja. Hah. Manusia Instan.
Padahal seseorang menjadi orang yang teruji karena sebuah proses, bukan karena Ke-Instan-annya.
Media sosial? Padahal itu adalah media untuk menjadikan kita media anti sosial. Kita bisa hidup cukup dengan smartphone dan ruangan dengan ukuran 3x3 meter dimana didalamnya kita bisa membuka cakrawala dunia.
Kita mengetahui banyak tentang kesenjangan sosial, namun kita tak pernah mencoba untuk memberi sedikit solusi. Kita merasa iba, namun kita tak pernah mencoba membantunya. Kita tak lebih dari ayam yang tetap mengais makanan padahal ada saudaranya yang disembelih.
Telepon pintar katanya, semua hal dapat kita cari dari genggaman tangan. Namun nyatanya informasi yang diberikan bisa dibuat oleh anak SD yang tak pernah mengerti apapun tentang apa yang kita cari.

Masih teringat pepatah waktu saya SD "Buku adalah Jendela Dunia." Dan sekarang seseorang lebih banyak melihat kebawah untuk melihat karangan amatir daripada untuk membuka buku yang bisa dipertanggung jawabkan isinya.
Dulu untuk menggagas sebuah ide dalam sebuah perkumpulan, telat beberapa menit, atau jam itu sudah biasa, sekarang karena adanya smartphone, telat 10 menit saja menjadi permasalahan dan dibawa dalam diskusi ide, hingga diskusi tak lagi efisien seperti seharusnya.
Kemampuan berkomunikasi yang mulai hilang, karena komunikasi bukan dengan menatap matanya, bukan dengan mengucapkan kata. Tapi orang berbicara dengan mengetik dan membaca.

Tali silaturahmi yang mulai terkikis karena kita tak pernah keluar rumah untuk berbicara dan berkomunikasi. Hanya diam dan tak pernah melihat bagaimana seseorang itu semestinya. Kita hidup
dengan imajinasi tentang seseorang, kita menilai seseorang dari smiley yang tersimbolkan dari rangkaian titik dua dan tanda baca yang lain. Kita semakin tak memahami orang-orang disekitar kita.
Softskill yang hilang karena waktu dihabiskan hanya untuk berkutat dikamar dan bermain dengan dunia khayal, tanpa ada waktu untuk mengasah ketrampilan dalam diri kita.


Dengan telepon yang semakin pintar dan pemilik kekuasaan yang ingin semakin kaya, kita terisolasi dalam dunia yang jauh dari kodrat kita sebagai manusia yang semestinya. Dengan telepon pintar, kita menjadi manusia yang tak bisa apa-apa. Dengan telepon pintar, kita menjadi manusia yang bodoh.

Komentar